Selasa, 14 Januari 2014

ppt ku

upload ppt.


SEMINAR BAHASA
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE CONCEPT DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

Senin, 21 Januari 2013

semantik


 
ILMU SEMANTIK
Oleh Rischa Dyah Aprilia

ABSTRAK
Semantik merupakan bidang yang bersifat bebas konteks (independent context), sedangkan pragmatik bersifat terikat dengan konteks (dependent context). Hal ini dapat dijelaskan pada contoh ketika makna kata ‘belakang’ dikaji secara semantik, ia tidak memperhatikan konteksnya bagaimana (independent context), ia hanya dikaji berdasarkan makna yang terdapat dalam kamus. Namun, ketika kata ‘belakang’ dikaji dengan pragmatik, konteks siapa yang berbicara, kepada siapa orang itu berbicara, bagaimana keadaan si pembicara, kapan, di mana, dan apa tujuannya ini sangat diperhatikan, sehingga maksud si pembicara dapat dimengerti oleh orang-orang di sekitarnya.
Jadi, makna kata ‘belakang’ dalam contoh tadi tidak dapat dijelaskan secara semantik, hanya bisa dijelaskan secara pragmatik. Maka dari itulah dinyatakan bahwa kajian makna pragmatik berada di luar jangkauan semantik.

Kata kunci: simantik, pragmatik, kajian, bentuk, makna dan konteks.

1.      Pendahuluan
Menurut Katz (1971:3) semantik adalah studi tentang makna bahasa. Sementara itu semantik menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Secara singkat, semantik ini mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks. Akan tetapi, ternyata ilmu yang mempelajari atau mengkaji makna ini tidak hanya semantik, ada juga pragmatik. Untuk membedakannya, berikut ini ada beberapa poin yang mudah untuk diingat dan dapat dengan jelas membedakan semantik dengan pragmatik.
Sifat kajian dalam semantik adalah diadic relation (hubungan dua arah), hanya melibatkan bentuk dan makna. Sifat kajian dalam pragmatik adalah triadic relation (hubungan tiga arah), yaitu melibatkan bentuk, makna, dan konteks.
Semantik diatur oleh kaidah kebahasaan (tatabahasa), sedangkan pragmatik dikendalikan oleh prinsip komunikasi. Jadi, kajian makna dalam semantik lebih objektif daripada pragmatik, karena hanya memperhatikan makna tersebut sesuai dengan makna yang terdapat dalam leksemnya. Kajian makna pragmatik dapat dikatakan lebih subjektif, karena mengandung konteks/memperhatikan konteks. Dan setiap orang pasti mempunyai makna sendiri sesuai dengan konteks yang dipandangnya.
Semantik merupakan bidang yang bersifat bebas konteks (independent context), sedangkan pragmatik bersifat terikat dengan konteks (dependent context).

2.      Rumusan Masalah
a.         Apa saja jenis semantik?
b.         Bagaimana kaidah umum semantik?
c.         Bagaimana sebab penamaan dalam ilmu semantik?
d.        Apa itu aspek makna dalam ilmu semantik?

3.      Tujuan penelitian
a.       Mendapatkan pengetahuan tentang ilmu semantik.
b.      Memahami dan mengenal tentang ilmu semantik.
c.       Memperoleh informasi tentang kaidah umum, sebab penamaan dan aspek makna dalam ilmu semantik.

4.      Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif-deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu penyediaan atau pengumpulan data, klasifikasi dan analisis data dan serta penyajian hasil analisis data.

5.      Hasil Pembahasan
A.    Jenis Semantik
Penjelasan gambar di bawah ini sebagai berikut:
Kalau objek kajian semantiknya adalah makna-makna gramatikal, maka jenis semantik ini disebut SEMANTIK GRAMATIKAL. Jenis semantik ini mengkaji satuan-satuan gramatikal yang terdiri atas sintaksis dan morfologi.



1.      Konteks morfologi
Kata ‘sepatu’ akan memiliki makna yang berbeda setelah mengalami proses morfologis, misalnya dengan afiksasi menjadi ‘bersepatu’.

2.      Konteks sintaksis
Di kebun binatang ada enam ekor beruang.
Hanya orang yang beruang yang dapat membeli rumah itu.
Perbedaan makna ‘beruang’ pada kalimat pertama dan kedua itu terjadi karena adanya perbedaan konteks kalimat yang dimasuki kata-kata tersebut.
Pada fonologi tidak ada semantiknya, atau dengan kata lain fonologi tidak termasuk dalam jenis-jenis semantik karena fonologi hanya mampu membedakan makna kata dengan perbedaan bunyi.
Kalau objek kajian semantiknya leksikon (kosa kata) dari suatu bahasa, maka jenis semantiknya dinamakan SEMANTIK LEKSIKAL. Kajian semantik leksikal ini adalah makna utuh yang terdapat pada masing-masing leksikon tanpa terpengaruh proses apapun (proses morfologi maupun sintaksis).
Dikatakan SEMANTIK WACANA kalau objek kajiannya adalah wacana. Tugas jenis semantik ini adalah mengkaji makna wacana. Pemaknaan suatu wacana tidak terlepas dari pola berpikir yang runtut dan logis.

B.     Kaidah Umum Semantik
1.      Hubungan antara leksem dengan acuannya bersifat arbitrer. Contoh: kata ‘kursi’ dengan media (yang sekarang kita ketahui wujudnya dan dinamakan kursi) itu tidak bersifat mutlak, tetapi arbitrer. Tidak ada alasan kenapa media tersebut dinamakan ‘kursi’.
2.      Kajian waktunya ada yang sinkronik (melihat makna dalam kurun waktu tertentu, sehingga maknanya bersifat tetap, tidak mengalami perubahan baik dulu maupun sekarang) dan diakronik (melihat makna dalm kurun waktu panjang, sehingga maknanya relatif berubah.) Contoh diakronik adalah kata ‘bapak’. Dahulu, kata ‘bapak’ digunakan pada seorang laki-laki yang mempunyai hubungan darah (dengan anaknya), sedangkan sekarang kata ‘bapak’ dapat digunakan pada seseorang yang tidak mempunyai hubungan darah sekalipun, belum tua, dan bahkan belum menikah, misalnya ‘Bapak guru’, ‘Bapak walikota’, ‘Bapak camat’, dsb.
3.      Beda bentuk, beda makna. Contoh kata ‘bisa’ dan ‘dapat’, di mana arti keduanya bersinonim. Akan tetapi, setelah keduanya mendapatkan proses morfologis, misalkan afiksasi ‘peN- + -an’, sehingga bentuknya menjadi ‘pembisaan’ dan ‘pendapatan’. Jelas sekali kata ‘dapat’ yang diberi proses morfologis itu lebih berterima daripada kata ‘bisa’ setelah mendapat proses morfologis.
4.      Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri. Contoh: Kata ‘pipis’, dalam Bahasa Sunda kata tersebut berarti ‘air kencing’, tetapi dalam Bahasa Bali kata tersebut berati ‘uang jajan’. Contoh lainnya yaitu ‘kodok’, dalam Bahasa Sunda berarti ‘mengambil sesuatu dari sebuah lubang yang dalam’, sedangkan dalam Bahasa Indonesia berarti ‘katak’.
5.      Makna berkaitan dengan pandangan hidup/budayanya. Pada poin ini berkaitan dengan tabu atau tidaknya penggunaan kata tersebut di suatu masyarakat. Contoh kata ‘anjing’, bagi orang Islam kata ‘anjing’ dapat dimaknai sebagai sesuatu yang bernajis, tetapi bagi orang Kristen dapat dimaknai sebagai hewan yang lucu dan menggemaskan. Contoh lainnya yaitu kata ‘momok’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berarti sesuatu yang menakutkan, tetapi bagi masyarakat Sunda kata tersebut berati vagina. Satu contoh lagi yaitu kata ‘butuh’, bagi masyarakat Indonesia (umum) kata tersebut berati ‘perlu’, tetapi bagi masyarakat di Kalimantan dapat berarti ‘nama kemaluan pria’.
6.      Luasnya bentuk ≠ luasnya makna. Secara bentuk, semakin lebar (kata-kata yang digunakan) maka semakin sempit maknanya, begitu sebaliknya. Contoh:
Kereta
Kereta api
Kereta api ekspres
Bandingkan makna kata ‘kereta’ dengan makna yang terkandung dalam ‘kereta api ekspres’. Secara bentuk, kata ‘kereta’ lebih simpel daripada ‘kereta api ekspres’. Akan tetapi secara makna, makna ‘kereta’ masih terlalu luas, apakah yang dimaksudkan itu kereta api atau kereta uap, atau kereta apa? Sedangkan makna ‘kereta api ekspres’ sudah jelas berarti kereta api khusus yang lajunya lebih cepat dan fasilitas serta pelayanannya lebih baik daripada kereta api ekonomi.

C.     Penamaan dalam Semantik
Penamaan dalam semantik ini ada 8 penyebab yaitu:
1.      Peniruan bunyi; contohnya ‘tokek’ disebut demikian karena bunyi hewan tersebut adalah ‘tokek-tokek’. Penamaan sesuatu berdasarkan peniruan bunyinya disebut ONOMATOPE.
2.      Penyebutan bagian; contoh “Ibu membeli empat ekor ayam” yang dimaksud kalimat tersebut pastilah bukan hanya ekor ayamnya saja yang dibeli ibu, tetapi ayam secara keseluruhan.
3.      Penyebutan sifat khas; contoh ‘si kerdil’ karena anak tersebut tetap berbadan kecil, tidak tumbuh menjadi besar.
4.      Penemu dan pembuat; contoh ‘Aqua’ dan ‘kodak’, kalau kita mau membeli air minum dalma kemasan, pasti kita akan berkata, “Pak, beli Aqua satu botol.” Padahal di toko tersebut tidak ada air minum kemasan bermerek Aqua. Demikian juga dengan ‘Kodak’ yang merupakan nama merek sebuah kamera.
5.      Tempat asal; contoh kata ‘magnet’ berasal dari nama tempat Magnesia, nama burung ‘kenari’ diambil dari asal burung itu berada yaitu Pulau Kenari di Afrika, ikan ‘sarden’ berasal dari Pulau Sardinia di Italia. Ada juga nama piagam atau perjanjian-perjanjian besar seperti ‘Piagam Jakarta’ karena tempatnya di Jakarta, ‘Perjanjian Linggarjati’ karena pelaksanaan perjanjian tersebut di Linggarjati.
6.      Bahan; contoh nama karung ‘goni’ karena bahan karung tersebut dari goni, dan ‘bambu runcing’ karena benda tersebut terbuat dari bambu dan ujungnya runcing.
7.      Keserupaan; perhatikan contoh ‘kaki’, ‘kaki gunung’, ‘kaki kursi’, dan ‘kaki meja’, hal yang sama dari empat contoh tersebut adalah letaknya, di mana letak kaki selalu ada di bawah. Contoh lain misalnya ‘kepala’, ‘kepala masinis’, ‘kepala sekolah’, dan ‘kepala surat’, hal yang sama pada kata-kata tersebut yaitu letaknya, di mana letak kepala selalu berada di atas, ‘kepala surat’ selalu diletakkan di bagian atas kan?
8.      Pemendekan; contoh ‘UPI’ menjadi nama sebuah universitas negeri di Bandung, padahal namanya bukan UPI, tetapi Universitas Pendidikan Indonesia. Contoh lain yaitu ‘cireng’ yang menjadi nama sebuah makanan ringan, ‘cireng’ merupakan kependekan dari ‘aci digoreng’.

D.    Aspek Makna
Aspek makna dibedakan atas empat macam yaitu pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan maksud atau tujuan (intention). Pengertian sense sama dengan tema. Perasaan berkaitan dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan serta bagaimana situasi pembicaraan saat itu. Nada adalah sikap pembicara terhadap lawan bicaranya. Maksud adalah hal yang mendorong pembicara untuk mengungkapkan satuan-satuan bahasa. Contohnya yaitu “Hari ini panas”, apabila orang yang diajak berbicara itu menanggapinya dengan hal lain seperti meminta minum, maka akan berbeda pula dengan maksud di penutur (hanya memberi tahu bahwa hari ini cuacanya panas).

6.    Penutup
1.      Simpulan
Hubungan antara leksem dengan acuannya bersifat arbitrer dan setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri. Salah satu objek kajian semantik adalah kalimat, sehingga semantik ini sering disebut makna kalimat.
Semantik diatur oleh kaidah kebahasaan (tatabahasa), sedangkan pragmatik dikendalikan oleh prinsip komunikasi. Jadi, kajian makna dalam semantik lebih objektif daripada pragmatik, karena hanya memperhatikan makna tersebut sesuai dengan makna yang terdapat dalam leksemnya.
Kajian makna pragmatik dapat dikatakan lebih subjektif, karena mengandung konteks/memperhatikan konteks.
Semantik bersifat konvensional, sedangkan pragmatik bersifat non-konvensional. Dikatakan konvensional karena diatur oleh tatabahasa atau menggunakan kaidah-kaidah kebahasaan.

2.      Saran
            Saya mengharap kritik dari semua untuk lebih membangun artikel saya yang selanjutnya untuk menjadi karya yang lebih baik lagi. Jika ada tutur tulisan yang salah atau tidak berkenan dihati kami mohon maaf.

7.    Daftar Rujukan
http://robita.wordpress.com/2011/03/30/semantik-bahasa-indonesia/ (diakses pada tanggal 14 Juni 2012)

Minggu, 28 Oktober 2012

manajemen pendidikan


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen pendidikan merupakan hal yang harus diprioritaskan untuk kelangsungan pendidikan, sehingga menghasilkan keluaran yang diinginkan. Kenyataannya, banyak institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya. Pendidikan yang visioner, memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas. Dari sanalah pentingnya manajemen pendidikan diterapkan. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Hal ini mengakibatkan sasaran-sasaran ideal pendidikan yang seharusnya bisa dipenuhi ternyata tidak bisa diwujudkan. Parahnya, terkadang para pengelola pendidikan tidak menyadari akan hal itu. Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
B. Rumusan Masalah
Untuk lebih dapat memahami apa yang dibicarakan dalam makalah ini, Penulis memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa itu Manajemen pendidikan?
2.      komponen Manajemen Pendidikan?
3.      Apa prinsip-prinsip dari manajemen pendidikan ?
4.      Apa fungsi dari Manajemen pendidikan?
5.      Hal apa sajakah yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan ?

C. Tujuan Penulisan Makalah
1.  Ingin memberikan pengetahuan pada pembaca tentang apa ituManajemen Pendidikan.
2.  Agar pembaca dapat mengetahui komponen Manajemen Pendidikan.
3.  Supaya pembaca mengetahui prinsip-prinsip dari manajemen pendidikan.
4.  Agar pembaca fungsi dari Manajemen pendidikan.
5.  Untuk memenuhi tugas mata kuliah penulisan kegiatan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.              Pengertian Manajemen Pendidikan

Pendidikan memiliki fungsi yang hakiki dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang akan menjadi aktor-aktor dalam menjalankan fungsi dari berbagai bidang kehidupan.
1.      Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata “manus” yang berarti “tangan”, berarti menangani sesuatu, mengatur, membuat sesuatu menjadi seperti yang diinginkan dengan mendayagunakan seluruh sumber daya yang ada. Secara teoritis, setiap ahli memberikan pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari pemikiran-pemikiran ahli tentang defenisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses mendayagunakan orang dan sumber lainnya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Berikut ini merupakan defenisi manajemen dari beberapa ahli:
2.      Pengertian Pendidikan
Berasal dari kata Yunani “educare” yang berarti membawa keluar yang tersimpan, untuk dituntut agar tumbuh dan berkembang. Dan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah “tarbiyah”, berasal dari kata “raba-yarbu” yang berarti mengembang, tumbuh.
“Seperti satu benih yang menumbuhkan tunas dan lembaganya, makin mengeras dan kokoh batangnya hingga mengagumkan bagi banyak petani”.
Berikut ini merupakan defenisi pendidikan dari beberapa ahli:
3.      Pengertian Manajemen Pendidikan
Secara sederhana manajemen pendidikan adalah suatu lapangan dari studi dan praktik yang terkait dengan organisasi pendidikan. Sehingga diharapkan melalui kegiatan manajemen pendidikan tersebut, tujuan pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Berikut ini merupakan defenisi manajemen pendidikan dari beberapa ahli:
4.      Komponen dan sub komponen Manajemen Pendidikan
Secara umum manajemen pendidikan dijabarkan melalui beberapa komponen berupa perencanaan pendidikan, pengorganisasian pendidikan, kepemimpinan pendidikan, penggiatan atau pelaksanaan pendidikan, pengendalian atau pengawasan pendidikan.
Redja Mudyahardjo dalam Filsafat Ilmu Pendidikan mengemukakan  manajemen pendidikan mencakup sub-sub komponen: (1) perencanaan; (2) sistem pendidikan menurut tahap-tahap perkembangan (jenjang pendidikan) dan aspek-aspek pengembangan (jenis pendidikan); (3) organisasi; (4) administrasi; (5) keuangan; (6) pemasokan tenaga pendidikan; (7) sistem evaluasi; dan (8) penelitian.
5.      Prinsip-Prinsip Manajemen Pendidikan
Douglas (1963:13-17) merumuskan prinsip-prinsip manajemen pendidikan sebagai berikut :
1.      Memprioritaskan tujuan diatas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja.
2.      Mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab
3.      Memberikan tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuannya
4.      Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia
5.      Relativitas nilai-nilai
Prinsip-prinsip diatas memiliki esensi bahwa manajemen dalam ilmu dan praktiknya harus memperhatikan tujuan, orang-orang, tugas-tugas, dan nilai-nilai.
Tujuan dirumuskan dengan tepat sesuai dengan arah organisasi, tuntutan zaman, dan nilai-nilai yang berlaku. Tujuan suatu organisasi dapat dijabarkan dalam bentuk visi, misi dan sasaran-sasaran. Ketiga bentuk tujuan itu harus dirumuskan dalam satu kekuatan tim yang memiliki komitmen terhadap kemajuan dan masa depan organisasi.
Drucker (1954) melalui MBO (management by objective) memberikan gagasan prinsip manajemen berdasarkan sasaran sebagai suatu pendekatan dalam perencanaan. Penerapan pada manajemen pendidikan adalah bahwa kepala dinas memimpin tim yang beranggotakan unsur pejabat dan fungsional dinas, dan lebih baik terapat stakeholders untuk merumuskan visi, misi dan objektif dinas pendidikan.
Pada tingkat sekolah, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, siswa, orang tua siswa, masyarakat dan stakeholders duduk bersama membahas rencana strategis sekolah dengan mengembangkan tujuh langkah MBO yaitu:
1.      Menentukan hasil akhir apa yang ingin dicapai sekolah
2.      Menganalisis apakah hasil akhir itu berkaitan dengan tujuan sekolah
3.      Berunding menetapkan sasaran-sasaran yang dibutuhkan
4.      Menetapkan kegiatan apa yang tepat untuk mencapai sasaran
5.      Menyusun tugas-tugas untuk mempermudah mencapai sasaran
6.      Menentukan batas-batas pekerjaan dan jenis pengarahan yang akan dipergunakan oleh atasan
7.      Lakukan monitoring dan buat lapora
6.      Fungsi Manajemen Pendidikan
Mengadopsi fungsi manajemen dari para ahli, fungsi manajemen yang sesuai dengan profil kinerja pendidikan secara umum adalah melaksanakan fungsi planning, organizing, staffing, coordinating, leading (facilitating, motivating, innovating), reporting, controlling.
Pada dunia pendidikan, istilah directing lebih tepat memakai istilah leading dengan perluasan facilitating, motivating, innovating. Selanjutnya fungsi pengawasan dilaksanakan sebagai bagian dari pelaksanaan manajerial. Pada level sekolah, pengawas lebih berperan sebagai ”quality assurance” dengan tugas supervise debagai upaya pembinaan terhadap staf untuk memeprbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan.

B.       Hal Yang Terkait Manajemen Pendidikan
Dalam perkembangannya, manajemen pendidikan memerlukan untuk pengelolaannya. Tetapi pada prakteknya, ini masih merupakan suatu hal yang elusif. Banyak penyelenggara pendidikan yang beranggapan bahwa hal tersebut bukanlah suatu hal yang penting, Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait manajemen pendidikan antara lain: 
1. Sasaran Pendidikan: Aspek afektif 
Salah satu isu utama keberhasilan pendidikan adalah sejauh mana tingkat afektifitas yang dimiliki oleh anak didik, apakah menjadi lebih saleh, berbudi pekerti, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan. 
2. Manajemen Guru 
Sampai saat ini, guru sebagai salah satu sumber daya terpenting pendidikan masih undermanaged atau bahkan mismanaged. Pimpinan pendidikan pada umumnya masih melihat guru sebagai faktor produksi saja. Padahal manajemen guru , adalah suatu hal yang sangat penting untuk keberhasilan suatu pendidikan. 
3. Peningkatan Pengawasan 
Dalam manajemen pendidikan, fungsi pengawasan sepertinya menempati posisi terlemah. Masih banyak aspek pendidikan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran yang masih luput dari pengawasan. 
4. Manajer Pendidikan
Keberhasilan manajemen pendidikan tidak bisa dilepaskan dari peran serta manajer/pengelola pendidikan. Selama ini banyak peran ganda yang dijalankan oleh komponen pendidikan, seperti guru menempati posisi sebagai kepala institusi pendidikan. Efisiensi biaya sering dijadikan alasan, meski urusan manajemen sangat berbeda dengan urusan belajar-mengajar. 
5. Partisipasi Manajer Bisnis
Dalam membenahi manajemen pendidikan, tidak ada salahnya bagi penyelenggara pendidikan untuk memanfaatkan keterampilan menajerial para manajer bisnis . Fungsi manajemen bersifat universal dan keterampilan manajemen dapat ditransfer dari satu bidang ke bidang lain. 
6. Aliansi antar sekolah 
Aliansi antar institusi pendidikan bisa menjadi jalan memajukan institusi pendidikan, sehingga dapat belajar dari good management practice lembaga pendidikan lain. 
7. Kebijakan Pemerintah 
Faktor eksternal berupa keterlibatan pemerintah dalam pendidikan juga mempengaruhi manajemen pendidikan di negara tersebut. Singkatnya, manajemen pendidikan sangat diperlukan oleh semua pihak yang terkait dengan pendidikan. Meski demikian, penerapannya ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak tantangan dan problematika yang harus dihadapi, Semua pihak harus bekerja sama menyelesaikan problematika tersebut agar cita-cita pendidikan bisa terealisasi.






BAB III
PENUTUP

                         A. Simpulan
Manajemen pendidikan merupakan suatu proses untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya pendidikan seperti guru, sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, dsb untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan. Dari sarana dan prasarana itulah peserta didik dapat melekukan praktik yang terkait dengan organisasi pendidikan. Sehingga diharapkan melalui kegiatan manajemen pendidikan tersebut, tujuan pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Didalam Manajemen Pendidikan juga terdapat Hal Yang Terkait tentang Manajemen Pendidikan seperti : Aspek afektif, Manajemen Guru, Peningkatan Pengawasan, Manajer Pendidikan, Partisipasi Manajer Bisnis,Aliansi antar sekolah, Kebijakan Pemerintah 

B. Saran
Untuk meningkatkan manajemen pendidikan sekolah sebaiknya kunjungan antar sekolah sering dilakukan untuk melihat kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai di sekolah masing-masing. Sebaiknya kesejahteraan lahir dan batin mendapat prioritas dalam melaksanakan manajemen pemimpin.











DAFTAR PUSTAKA

Bush, Tony. 2003. Theories of Educational Leadership and Management. London: Sage Publications.

Engkoswara dan Komariah, Aan. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Mudyahardjo, Redja. 2006. Filasafat Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Prayitno. 2008. Arah dan langkah pengembangan Fakultas/ Jurusan Kependidikan. Makalah: disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan dan Temu Karya Dekan FIP/FKIP BKS-PTN Wilayah Barat Indonesia.

Rivai, Veithzal dan Murni, Silviana. 2008. Education Management.